Langit Allah:
Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Di setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu.
Dari
Ibnu Mubarak dan Khalid bin Ma’dan, mereka berkata kepada Mu’adz bin
Jabal, “Mohon ceritakan kepada kami sebuah hadits yang telah Rasulullah
ajarkan kepadamu, yang telah dihafal olehmu dan selalu diingat-ingatnya
karena sangat kerasnya hadits tersebut dan sangat halus serta dalamnya
makna ungkapannya. Hadits manakah yang engkau anggap sebagai hadits
terpenting?”
Mu’adz menjawab, “Baiklah, akan aku
ceritakan…” Tiba-tiba Mu’adz menangis tersedu-sedu. Lama sekali
tangisannya itu, hingga beberapa saat kemudian baru terdiam. Beliau
kemudian berkata, “Emh, sungguh aku rindu sekali kepada Rasulullah.
Ingin sekali aku bersua kembali dengan beliau…”. Kemudian Mu’adz
melanjutkan:
Suatu hari ketika aku menghadap
Rasulullah Saw. yang suci, saat itu beliau tengah menunggangi untanya.
Nabi kemudian menyuruhku untuk turut naik bersama beliau di belakangnya.
Aku pun menaiki unta tersebut di belakang beliau. Kemudian aku melihat
Rasulullah menengadah ke langit dan bersabda, “Segala kesyukuran
hanyalah diperuntukkan bagi Allah yang telah menetapkan kepada setiap
ciptaan-Nya apa-apa yang Dia kehendaki. Wahai Mu’adz….!
Labbaik, wahai penghulu para rasul….!
Akan
aku ceritakan kepadamu sebuah kisah, yang apabila engkau menjaganya
baik-baik, maka hal itu akan memberikan manfaat bagimu. Namun
sebaliknya, apabila engkau mengabaikannya, maka terputuslah hujjahmu di
sisi Allah Azza wa Jalla….!
Wahai Mu’adz…
Sesungguhnya
Allah Yang Maha Memberkati dan Mahatinggi telah menciptakan tujuh
malaikat sebelum Dia menciptakan petala langit dan bumi. Pada setiap
langit terdapat satu malaikat penjaga pintunya, dan menjadikan penjaga
dari tiap pintu tersebut satu malaikat yang kadarnya disesuaikan dengan
keagungan dari tiap tingkatan langitnya.
Suatu
hari naiklah malaikat Hafadzah dengan amalan seorang hamba yang amalan
tersebut memancarkan cahaya dan bersinar bagaikan matahari. Hingga
sampailah amalan tersebut ke langit dunia (as-samaa’I d-dunya) yaitu
sampai ke dalam jiwanya. Malaikat Hafadzah kemudian memperbanyak amal
tersebut dan
mensucikannya.
Namun
tatkala sampai pada pintu langit pertama, tiba-tiba malaikat penjaga
pintu tersebut berkata, “Tamparlah wajah pemilik amal ini dengan
amalannya tersebut!! Aku adalah pemilik ghibah… Rabb Pemeliharaku
memerintahkan kepadaku untuk mencegah setiap hamba yang telah berbuat
ghibah di antara manusia -membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
orang lain yang apabila orang itu mengetahuinya, dia tidak suka
mendengarnya- untuk dapat melewati pintu langit pertama ini….!!”
Kemudian
keesokan harinya malaikat Hafadzah naik ke langit beserta amal shalih
seorang hamba lainnya. Amal tersebut bercahaya yang cahayanya terus
diperbanyak oleh Hafadzah dan disucikannya, hingga akhirnya dapat
menembus ke langit kedua. Namun malaikat penjaga pintu langit kedua
tiba-tiba berkata, “Berhenti kalian…! Tamparlah wajah pemilik amal
tersebut dengan amalannya itu! Sesungguhnya dia beramal namun dibalik
amalannya itu dia menginginkan penampilan duniawi belaka (‘aradla
d-dunya).Rabb Pemeliharaku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan
amalan si hamba yang berbuat itu melewati langit dua ini menuju langit
berikutnya!” Mendengar itu semua, para malaikat pun melaknati si hamba
tersebut hingga petang harinya.
Malaikat Hafadzah
lainnya naik bersama amalan sang hamba yang nampak indah, yang di
dalamnya terdapat shadaqah, shaum-shaumnya serta perbuatan baiknya yang
melimpah. Malaikat Hafadzah pun memperbanyak amal tersebut dan
mensucikannya hingga akhirnya dapat menembus langit pertama dan kedua.
Namun ketika sampai di pintu langit ketiga, tiba-tiba malaikat penjaga
pintu langit tersebut berkata, “Berhentilah kalian…! Tamparkanlah wajah
pemilik amalan tersebut dengan amalan-amalannya itu! Aku adalah penjaga
al-Kibr (sifat takabur). Rabb Pemeliharaku memerintahkan kepadaku untuk
tidak membiarkan amalannya melewatiku, karena selama ini dia selalu
bertakabur di hadapan manusia ketika berkumpul dalam setiap majelis
pertemuan mereka….”
Malaikat Hafadzah lainnya naik
ke langit demi langit dengan membawa amalan seorang hamba yang tampak
berkilauan bagaikan kerlip bintang gemintang dan planet. Suaranya tampak
bergema dan tasbihnya bergaung disebabkan oleh ibadah shaum, shalat,
haji dan umrah, hingga tampak menembus tiga langit
pertama
dan sampai ke pintu langit keempat. Namun malaikat penjaga pintu
tersebut berkata, “Berhentilah kalian…! Dan tamparkan dengan
amalan-amalan tersebut ke wajah pemiliknya..! Aku adalah malaikat
penjaga sifat ‘ujub (takjub akan keadaan jiwanya sendiri). Rabb
Pemeliharaku memerintahkan kepadaku agar ridak membiarkan amalannya
melewatiku hingga menembus langit sesudahku. Dia selalu memasukkan unsur
‘ujub di dalam jiwanya ketika melakukan suatu perbuatan…!”
Malaikat
Hafadzah lainnya naik bersama amalan seorang hamba yang diiring
bagaikan iringan pengantin wanita menuju suaminya. Hingga sampailah
amalan tersebut menembus langit kelima dengan amalannya yang baik berupa
jihad, haji dan umrah. Amalan tersebut memiliki cahaya bagaikan sinar
matahari.
Namun sesampainya di pintu langit kelima
tersebut, berkatalah sang malaikat penjaga pintu, “Saya adalah pemilik
sifat hasad (dengki). Dia telah berbuat dengki kepada manusia ketika
mereka diberi karunia oleh Allah. Dia marah terhadap apa-apa yang telah
Allah ridlai dalam ketetapan-Nya. Rabb Pemeliharaku memerintahkan aku
untuk tidak membiarkan amal tersebut melewatiku menunju langit
berikutnya…!”
Malaikat Hafadzah lainnya naik
dengan amalan seorang hamba berupa wudlu yang sempurna, shalat yang
banyak, shaum-shaumnya, haji dan umrah, hingga sampailah ke langit yang
keenam. Namun malaikat penjaga pintu langit keenam berkata, ‘Saya adalah
pemilik ar-rahmat (kasih sayang). Tamparkanlah amalan
si
hamba tersebut ke wajah pemilikinya. Dia tidak memilki sifat rahmaniah
sama sekali di hadapan manusia. Dia malah merasa senang ketika melihat
musibah menimpa hamba lainnya. Rabb Pemeliharaku memerintahkanku untuk
tidak membiarkan amalannya melewatiku menuju langit berikutnya…!’
Naiklah
malaikat Hafadzah lainnya bersama amalan seorang hamba berupa nafkah
yang berlimpah, shaum, shalat, jihad dan sifat wara’ (berhati-hati dalam
bermal). Amalan tersebut bergemuruh bagaikan guntur dan bersinar
bagaikan bagaikan kilatan petir. Namun ketika sampai pada langit yang
ketujuh, berhentilah amalan tersebut di hadapan malaikat penjaga
pintunya. Malaikat itu berkata, ‘Saya adalah pemilik sebutan
(adz-dzikru) atau sum’ah (mencintai kemasyhuran) di antara manusia.
Sesungguhnya pemilik amal ini
berbuat sesuatu karena
menginginkan sebutan kebaikan amal perbuatannya di dalam setiap
pertemuan. Ingin disanjung di antara kawan-kawannya dan mendapatkan
kehormatan di antara para pembesar. Rabb Pemeliharaku memerintahkan aku
untuk tidak membiarkan amalannya menembus melewati pintu langit ini
menuju langit sesudahnya. Dan setiap amal yang tidak diperuntukkan bagi
Allah ta’ala secara ikhlas, maka dia telah berbuat riya’, dan Allah Azza
wa Jalla tidak menerima amalan seseorang yang diiringi dengan riya’
tersebut….!’
Dan malaikat Hafadzah lainnya naik
beserta amalan seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum demi shaum,
haji, umrah, akhlak yang berbuahkan hasanah, berdiam diri, berdzikir
kepada Allah Ta’ala, maka seluruh malaikat di tujuh langit tersebut
beriringan menyertainya hingga terputuslah seluruh hijab dalam menuju
Allah Subhanahu. Mereka berhenti di hadapan ar-Rabb yang Keagungan-Nya
(sifat Jalal-Nya) bertajalli. Dan para malaikat tersebut menyaksikan
amal sang hamba itu merupakan amal shalih yang diikhlaskannya hanya bagi
Allah Ta’ala.
Namun tanpa disangka Allah
berfirman, ‘Kalian adalah malaikat Hafadzah yang menjaga amal-amal
hamba-Ku, dan Aku adalah Sang Pengawas, yang memiliki kemampuan dalam
mengamati apa-apa yang ada di dalam jiwanya. Sesungguhnya dengan
amalannya itu, sebenarnya dia tidak menginginkan Aku. Dia menginginkan
selain Aku…! Dia tidak mengikhlaskan amalannya bagi-Ku. Dan Aku Maha
Mengetahui terhadap apa yang dia inginkan dari amalannya tersebut.
Laknatku bagi dia yang telah menipu makhluk lainnya dan kalian semua,
namun Aku sama sekali tidak tertipu olehnya. Dan Aku adalah Yang Maha
Mengetahui segala yang ghaib, Yang memunculkan apa-apa yang tersimpan di
dalam kalbu-kalbu. Tidak ada satu pun di hadapan-Ku yang tersembunyi,
dan tidak ada yang samar di hadapan-Ku terhadap segala yang tersamar…..
Pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang telah terjadi sama dengan
pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang belum terjadi. Pengetahuan-Ku
terhadap apa-apa yang telah berlalu sama dengan pengetahuan-Ku terhadap
yang akan datang. Dan pengetahuan-Ku terhadap segala sesuatu yang awal
sebagaimana pengetahuan-Ku terhadap segala yang akhir. Aku lebih
mengetahui sesuatu yang rahasia dan tersembunyi. Bagaimana mungkin
hamba-Ku menipu-Ku dengan ilmunya. Sesungguhnya dia hanyalah menipu para
makhluk yang tidak memiliki pengetahuan, dan Aku Maha Mengetahui segala
yang ghaib. Baginya laknat-Ku….!!
Mendengar itu
semua maka berkatalah para malaikat penjaga tujuh langit beserta tiga
ribu pengiringnya, ‘Wahai Rabb Pemelihara kami, baginya laknat-Mu dan
laknat kami. Dan berkatalah seluruh petala langit, ‘Laknat Allah baginya
dan laknat mereka yang melaknat buat sang hamba itu..!
Mendengar
penuturan Rasulullah Saw. sedemikian rupa, tiba-tiba menangislah Mu’adz
Rahimahullah, dengan isak tangisnya yang cukup keras…Lama baru terdiam
kemudian dia berkata dengan lirihnya, “Wahai Rasulullah……Bagaimana bisa
aku selamat dari apa-apa yang telah engkau ceritakan tadi…??”
Rasulullah bersabda, “Oleh karena itu wahai Mu’adz…..Ikutilah Nabimu di dalam sebuah keyakinan…”.
Dengan
suara yang bergetar Mu’adz berkata, “Engkau adalah Rasul Allah, dan aku
hanyalah seorang Mu’adz bin Jabal….Bagaimana aku bisa selamat dan lolos
dari itu semua…??”
Nabi yang suci bersabda,
“Baiklah wahai Mu’adz, apabila engkau merasa kurang sempurna dalam
melakukan semua amalanmu itu, maka cegahlah lidahmu dari ucapan ghibah
dan fitnah terhadap sesama manusia, khususnya terhadap saudara-saudaramu
yang sama-sama memegang Alquran. Apabila engkau hendak berbuat ghibah
atau memfitnah orang lain, haruslah ingat kepada pertanggungjawaban
jiwamu sendiri, sebagaimana engkau telah mengetahui bahwa dalam jiwamu
pun penuh dengan aib-aib. Janganlah engkau mensucikan jiwamu dengan cara
menjelek-jelekkan orang lain. Jangan angkat derajat jiwamu dengan cara
menekan orang lain. Janganlah tenggelam di dalam memasuki urusan dunia
sehingga hal itu dapat melupakan urusan akhiratmu. Dan janganlah engkau
berbisik-bisik dengan seseorang, padahal di sebelahmu terdapat orang
lain yang tidak diikutsertakan. Jangan merasa dirimu agung dan terhormat
di hadapan manusia, karena hal itu akan membuat habis terputus nilai
kebaikan-kebaikanmu di dunia dan akhirat. Janganlah berbuat keji di
dalam majelis pertemuanmu sehingga akibatnya mereka akan menjauhimu
karena buruknya akhlakmu. Janganlah engkau ungkit-ungkit kebaikanmu di
hadapan orang lain. Janganlah engkau robek orang-orang dengan lidahmu
yang akibatnya engkau pun akan dirobek-robek oleh anjing-anjing
Jahannam, sebagaimana firman-Nya Ta’ala, “Demi yang merobek-robek dengan
merobek yang sebenar-benarnya…” (QS An-Naaziyat [79]: 2) Di neraka itu,
daging akan dirobek hingga mencapat tulang……..
Mendengar
penuturan Nabi sedemikian itu, Mu’adz kembali bertanya dengan suaranya
yang semakin lirih, “Wahai Rasulullah, Siapa sebenarnya yang akan mampu
melakukan itu semua….??”
“Wahai Mu’adz…!
Sebenarnya apa-apa yang telah aku paparkan tadi dengan segala
penjelasannya serta cara-cara menghindari bahayanya itu semua akan
sangat mudah bagi dia yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala…. Oleh karena
itu cukuplah bagimu mencintai sesama manusia, sebagaimana engkau
mencintai jiwamu sendiri, dan engkau membenci mereka sebagaimana jiwamu
membencinya. Dengan itu semua niscaya engkau akan mampu dan selamat
dalam menempuhnya…..!!”
Khalid bin Ma’dan kemudian
berkata bahwa Mu’adz bin Jabal sangat sering membaca hadits tersebut
sebagaimana seringnya beliau membaca Alquran, dan sering mempelajarinya
serta menjaganya sebagaimana beliau mempelajari dan menjaga Alquran di
dalam majelis pertemuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar